Daftar Isi
Apakah kamu pernah bertemu dengan agen yang menawarkan produk asuransi dengan iming-iming investasi? Biasanya mereka menawarkan produk yang bisa melakukan proteksi dan memberikan keuntungan nilai investasi. Kalau pernah, maka kamu sedang ditawari produk asuransi unitlink.
Asuransi unit-link adalah produk yang mengkombinasikan asuransi dan investasi. Jadi uang yang kamu setorkan diletakan oleh perusahaan asuransimu sebagian untuk proteksi sebagian untuk investasi. Skemanya bermacam-macam. Bisa jadi di tahun pertama seluruh setoranmu masuk sebagai dana proteksi. Semakin lama kamu menjadi nasabah, semakin besar porsi yang masuk ke instrumen investasi.
Nah, baru-baru ini produk unit-link sedang naik daun. Namun bukan karena nilai investasi yang bagus. Justru karena banyak nasabah yang merasa tertipu dengan produk yang satu ini.
Di awal 2022 ini, dunia asuransi ramai dengan berita 16 nasabah mendatangi kantor PT Prudential Life Assurance, AIA Financial dan AXA Mandiri. Mereka merasa dirugikan membeli produk asuransi unit-link dari tiga perusahaan asuransi tersebut. Akar masalahnya, agen asuransi mengenalkan bahwa produk yang ditawarkan merupakan tabungan berbonus asuransi. Sang agen tidak menyebutkan bahwa produk ini merupakan asuransi unitlink.
Nah, kalau kamu sedang ditawari produk asuransi investasi ini, kamu perlu lebih memahami risikonya serta keuntungannya. Simak pengalaman orang-orang yang telah menjadi nasabah asuransi unit-link.
Elisabeth Alethea (27) pernah menjadi korban agen asuransi unit-link. Lebih tepatnya, Thea, mengatakan korban asuransi unit-link ini adalah orang tuanya. Ayah dan Ibu Thea menjadi nasabah asuransi unit-link milik salah satu perusahaan asuransi besar di tahun 2012. Total premi yang dibayarkan mencapai Rp 3 juta setiap bulan.
Namun di tahun 2020, orang tua Thea memutuskan untuk menutup asuransi tersebut. Hal ini bermula saat kerabat orang tuanya yang juga nasabah asuransi unit-link tidak mendapatkan pengembalian dana sesuai nilai yang sejak awal disetorkan. Akhirnya orang tua dan didampingi Thea menanyakan ke perusahaan asuransi setempat, dan baru dijelaskan kalau produk asuransi mereka adalah asuransi unit-link.
“Waktu itu dijelasinnya bayar 8 atau 10 tahun nah di akhir periode tidak ada klaim nanti bisa dicairkan bisa kembali 100% jadi papaku selalu menganggap itu uang tabungan,” jelas Thea, Jumat (18/2).
Saat orang tua Thea menutup dua akun asuransinya, uang yang kembali hanya sekitar Rp 70 juta hingga Rp 80 juta. Dari nilai awal yang dibayarkan selama 8 tahun sebesar Rp 192 juta. Akun kedua juga hanya cair sekitar Rp 30 juta dari nilai yang dibayarkan total Rp 96 juta.
“Urusan pencairan juga sulit, banyak term and condition. Itu saja untung pencairan dibantu temanku yang juga agen melalui kantornya di Jakarta,” jelasnya.
Saat akan menutup akun, agen asuransi yang sejak awal menawarkan ke orang tuanya menghilang. Hal ini yang membuat Thea dan keluarg benar-benar kecewa. Maka akhirnya Thea mencari bantuan temannya di Jakarta yang bekerja sebagai agen asuransi. Beruntungnya temannya menjelaskan kepada Thea supaya bisa menunggu waktu yang tepat untuk pencairan. Mereka menunggu saat IHSG berada di titik yang lumayan tinggi untuk pencairan.
Setelah menutup akun tersebut, ayah Thea kembali ditawari agen asuransi via telemarketing. Penawaran melalui telepon ini membuat ayah Thea terjebak ikut asuransi lagi dan ternyata termasuk dalam produk unit-link. Ayah Thea baru menyadarinya setelah tiga tahun menjadi nasabah. Beruntung, kali ini uang yang hilang hanya sekitar Rp 3 juta.
“Kami tidak melakukan langkah hukum, ya sudah ditelan sendiri. Pasrah karena uangnya juga tidak akan kembali. Hanya sekarang kedua orang tua ku sudah anti dengan produk asuransi,” jelas Thea.
Thea hanya berharap supaya agen asuransi tidak lagi berorientasi pada closing. Melainkan perlu adanya kesadaran dan tanggung jawab pada calon nasabah yang sudah dijaring. Artinya, agen asuransi sebaiknya benar-benar melakukan edukasi. Apalagi calon nasabahnya tidak memiliki akses besar untuk mengetahui seluk-beluk produk investasi.
Berbeda dengan pengalaman kedua orang tua Thea. Kidung Jagad (27) justru melihat asuransi unit-link memberikan keuntungan dibandingkan produk asuransi konvensional. Dia menyadari tujuan awalnya adalah untuk proteksi sehingga memang bukan menjadi instrumen tabungan. Namun menjadi salah satu pegangan saat terjadi risiko di kemudian hari, risiko tersebut bisa ditanggung oleh pihak asuransi.
“Selain karena cari asuransi yang konvensional susah, aku juga mempelajari ternyata asuransi konvensional secara benefit tidak lebih baik,” jelas Jagad.
Sebelum menjadi nasabah, Jagad melakukan riset sendiri soal produk unit-link. Tidak dipungkiri, Jagad juga menemukan agen yang terkesan memberikan janji manis. Namun dia menyadari bukan tipe orang yang suka dengan risiko tinggi. Akhirnya Jagad memilih asuransi unit-link dengan aset dasarnya produk pasar uang.
Setelah berjalan sekitar empat tahun, Jagad masih terus melakukan monitoring melalui agen. Dia menjelaskan sampai saat ini uangnya masih banyak digunakan sebagai biaya akuisisi dan lainnya, belum ada yang diletakan di investasi. “Mungkin baru keliatan nanti di tahun kelima ya,” imbuhnya.
Setelah belajar dari dua kisah yang berbeda mengenai produk asuransi unit-link, ada baiknya kamu memetik pelajaran. Ini dia hal-hal yang bisa kamu perhatikan sebelum menjadi nasabah atau jika saat ini sudah memiliki produk asuransi unit-link.
Belajar dari cara Jagad mencari produk asuransi unit-link, dia memiliki mindset asuransi adalah instrumen proteksi. Sama halnya dengan kita memberi gaji satpam di tempat kerja atau di rumah. Setiap bulan kita akan membayar gaji satpam, baik di saat rumah dalam kondisi aman maupun tidak. Tujuannya mencegah potensi kerugian di masa depan.
Biasanya para agen akan menjelaskan skema dana investasi produk unit-link dengan kemungkinan paling optimis. Saat menemui agen yang demikian, tanyakan risiko terburuk yang akan dihadapi.
“Produk asuransi unit-link itu bagus kok, tapi tolong nasabah diberi tahu dengan jelas soal keuntungan dan potensi kerugian supaya tidak merasa dibohongi,” jelas Thea.
Kamu juga perlu membaca dengan detail polis yang kamu dapatkan. Jangan asal tanda tangan. Tanyakan hal yang kamu tidak paham kepada agen asuransi. Perusahaan asuransi akan memberikan free look period bagi calon nasabah untuk mempelajari isi polis. Jika kurang cocok, calon nasabah bisa membatalkan perjanjian di masa tersebut.
Setelah menjadi nasabah unit-link, Thea baru mengetahui bahwa sebagai nasabah dia bisa menanyakan kepada agen bagaimana perkembangan dana asuransi miliknya. Terutama ketika dana sudah mulai diputarkan untuk investasi.
“investasi itu seharusnya bisa di follow-up. Bisa dipindahkan unitnya jika salah satu nilainya sedang jelek supaya tidak rugi banyak,” jelasnya.
Soal pengawasan ini justru sudah dilakukan Jagad. Dia telah melakukan monitor rutin melalui agen di periode tertentu. Sehingga saat ini dia mengetahui bahwa dananya masih belum ada yang diputarkan sebagai bentuk investasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis komponen biaya dalam asuransi unit-link. Seluruh biaya ini sebenarnya tercantum pada ilustrasi dan polis asuransi unit-link. Berikut detail biaya yang akan kamu keluarkan:
Semoga dengan pengalaman di atas tadi, kamu bisa lebih berhati-hati dalam memilih produk asuransi. Setidaknya kamu mulai bisa memahami risiko saat menggunakan produk asuransi unit-link. Produk ini tetap menjamin perlindungan pada nasabah. Justru ini yang terpenting, fungsi proteksinya.
Sedangkan investasi anggap saja hanya sebagai bonus jika kondisi ekonomi sedang baik dan nilai investasimu terdorong naik. Jangan lupa bagikan artikel ini ya, supaya semakin banyak yang teredukasi soal produk asuransi unit-link.
Daftar Isi
Komentar (0 Komentar)