Silakan masukkan kata kunci pada kolom pencarian

Bitcoin vs Obligasi, Mana Investasi Terbaik

Daftar Isi

Bitcoin vs Obligasi, Mana Investasi Terbaik

Perbedaan utama antara Bitcoin dan Obligasi ORI SBN adalah soal keamanan dan risiko investasi. Obligasi memberikan kepastian return dari imbal hasil yang tetap dan bahkan ORI merupakan jenis obligasi yang dijamin pemerintah. Sedangkan, Bitcoin adalah instrumen dengan resiko tinggi akibat fluktuasi harga.

Selama ini, banyak orang investasi di Obligasi ORI SBN untuk mengelola keuangan. Belakangan muncul Bitcoin sebagai instrumen investasi yang baru.

Mana yang lebih baik, apakah Bitcoin atau Obligasi ? Apa keunggulan dan kelemahan masing - masing instrumen aset ini.

Dari pengalaman sendiri berinvestasi di kedua aset ini, kami akan berbagi ulasan soal Bitcoin dan Obligasi dari berbagai aspek.

Apa bedanya serta mana yang lebih baik, lebih unggul, sebagai alat investasi.

Perbedaan Bitcoin dan Obligasi ORI SBN

Investasi di Obligasi lebih mudah dibandingkan di Bitcoin. Investasi di Bitcoin membutuhkan pengetahuan yang cukup soal jenis aset ini, sementara di Obligasi seperti ORI atau SBN terdapat jaminan dari pemerintah soal pembayaran kupon.

Namun, return obligasi jauh lebih rendah dibandingkan return investasi di Bitcoin.

Disamping itu, likuiditas investasi di Obligasi tidak sebaik di Bitcoin karena tidak mudah menjual obligasi sebelum jatuh tempo. Sementara, penjualan Bitcoin bisa diterima uangnya dalam hitungan menit.

Karena berbentuk digital, Bitcoin bisa travel overtime dan travel over space, jadi mudah sekali memindahkan Bitcoin dari satu tempat ke tempat lainnya. Perpindahan aset ini tidak mudah di Obligasi.

Jumlah Bitcoin yang terbatas di 21 juta dengan skema supply yang terencana berdasarkan hasil mining dengan spesifikasi komputer canggih dan membutuhkan jumlah energi tertentu, membuat kemungkinan harga Bitcoin meningkat di masa depan.

Di sisi lain, fluktuasi harga Bitcoin yang volatile akibat market cap kecil, membuat investor harus extra hati - hati memegang aset ini dalam jangka pendek.

Risiko obligasi datang dari penerbitnya yang mungkin wanprestasi, meskipun kalau penerbitnya pemerintah RI, kemungkinan obligasi gagal bayar menjadi sangat kecil.

Risiko obligasi datang juga dari ancaman inflasi dimana imbal hasil tergerus inflasi setiap tahun. Belum lagi dari kenaikkan suku bunga pasar yang menurunkan harga obligasi di pasar sekunder.

Investasi di obligasi membutuhkan dana besar. Biasanya mulai dari Rp 1 juta untuk ORI dan lebih besar lagi untuk obligasi korporat.

Sedangkan, investasi di Bitcoin bisa mulai dari Rp 11 ribu. Meskipun harga BTC mencapai $ 30 ribu per koin tetapi BTC bisa dipecah - pecah menjadi satuan kecil.

Apa itu Bitcoin

Apa itu Bitcoin

Bitcoin adalah mata uang kripto paling besar market cap-nya saat ini dan merupakan mata uang digital peer to peer, yang bisa dilakukan secara terdesentralisasi tanpa perlu perantara untuk memberikan izin atau memfasilitasi.

Bitcoin diciptakan, menurut Nakamoto, guna memungkinkan "pengiriman pembayaran online secara langsung dari satu pihak ke pihak lain tanpa melalui lembaga keuangan".

Investasi di Bitcoin adalah investasi di aset digital yang tidak berwujud fisik dan memberikan keuntungan tinggi dari lonjakan harga akibat jumlah yang terbatas (maksimum 21 juta Bitcoin), dengan risiko fluktuasi harga yang juga tinggi.

Kelebihan Bitcoin

Dari jual beli investasi ini, kami mendapatkan pengalaman kelebihan Bitcoin adalah:

1. Potensi Return Sangat Tinggi

Bitcoin menunjukkan kenaikkan harga yang luar biasa tinggi dalam 10 tahun terakhir. Banyak orang kaya baru, billionaire, di industri crypto karena memiliki Bitcoin.

2. Aset Digital, Mudah Disimpan dan Aman

Karena Bitcoin merupakan aset digital, Investor bisa dengan mudah menyimpan Bitcoin dan Cryptocurrency lainnya secara online di jaringan Blockchain.

Jaringan Blockchain dikenal sangat eman, secured. Boleh dikatakan tidak bisa ditembus.

Kalau ada berita muncul mengenai hacked atau pembobolan crypto, itu lebih dikarenakan proses yang salah dan bukan karena blockchain yang dibobol.

3. Jumlah Terbatas Hanya 21 Juta, Membuat Bitcoin Deflationary

Jumlah Bitcoin sudah diprogram maksimum 21 juta. Tidak bisa lebih.

Karena jumlah yang terbatas tersebut, harga Bitcoin cenderung meningkat seiring waktu.

Hal ini yang membedakan Bitcoin dengan mata uang, seperti US$, yang jumlahnya terus bertambah akibat pencetakan uang oleh the Fed. Akibatnya, tingkat inflasi US$ menjadi selalu meningkat, yang membuat nilai mata uang terus merosot.

Sedangkan, Bitcoin karena jumlahnya terbatas, nilainya akan cenderung meningkat karena makin lama makin dikenal dan orang membutuhkannya sebagai tempat menyimpan asset.

4. Sistem Desentralisasi

Bitcoin yang sistemnya terdesentralisasi membuat lebih aman dari serangan hacker. Karena untuk hacker menyerang Bitcoin harus melakukan ke banyak komputer, yang membutuhkan biaya besar.

Berbeda dengan sistem tersentralisasi, lebih rentan terhadap serangan, hacker hanya perlu menyerang ke satu titik. Effortnya boleh dikatakan lebih ringan dibandingkan menyerang sistem yang terdesentralisasi.

5. Kirim Uang Sangat Cepat ke Seluruh Dunia

Karena bersifat terdesentralisasi, proses pengiriman Bitcoin menjadi sangat cepat dan sangat murah ke seluruh dunia.

Kirim Bitcoin persis seperti kita mengirimkan email. Prosesnya semurah dan secepat itu.

6. Bitcoin Bersifat Digital Mudah Dibawa, Mudah Disimpan

Bitcoin travels overtime and overspace.

Sebagai aset digital, Bitcoin mudah disimpan. Mudah pula dikirim.

Tidak butuh tempat yang luas untuk menyimpan Bitcoin dalam jumlah besar. Disimpan dalam USB sudah cukup.

7. Sangat Aman Dilindungi Kriptografi

Meskipun disimpan secara terdesentralisasi di komunitas, Bitcoin sangat aman dalam blockchain karena adanya teknologi kriptografi.

Untuk bisa meng hack Bitcoin, hacker harus bisa mengakses dan mengubah seluruh data yang ada di block yang terdapat dalam komunitas. Ini hal yang mustahil.

Sampai hari ini, Bitcoin tidak pernah di hack oleh hacker.

8. Mendukung Kebebasan Individual

Bitcoin tidak dikontrol oleh kekuatan sentralisasi, seperti negara atau lembaga perbankan karena Bitcoin dipegang sendiri oleh setiap individu di wallet mereka sendiri.

Jadi, Bitcoin yang kita miliki, tidak dikontrol oleh pihak ketiga.

Berbeda dengan uang yang kita simpan di bank. Bisa disita oleh otoritas.

Kekurangan Bitcoin

Meskipun demikian, kami juga sadar bahwa sejumlah kelemahan Bitcoin yang kami rasakan dari pengalaman melakukan jual beli Bitcoin, yaitu:

1. Bitcoin Aset Digital, Tidak Ada Wujud Fisiknya

Bitcoin merupakan digital aset yang tidak ada wujud fisiknya. Bitcoin dan aset kripto tersimpan sebagai code di jaringan blockchain.

Kita tidak mungkin bisa memegan Bitcoin. Makanya disebut digital asset.

Bagi sebagian orang, Bitcoin yang berbentuk digital ini dipandang merupakan kelemahan karena tidak bisa dilihat wujudnya secara fisik.

2. Resiko Investasi Tinggi, Harga Bisa Naik Turun 5% per Hari

Harga BItcoin berfluktuasi sangat tinggi, apalagi dalam jangka pendek. Hal ini membuat resiko investasi di Bitcoin menjadi tinggi.

Nilai Bitcoin sangat fluktuatif. Terlihat dari grafik harga Bitcoin yang bisa naik dan turun dalam waktu sangat singkat.

Pada saat all-time-high, harga Bitcoin mencapai 65K, setelah itu harga Bitcoin turun menyentuh 15K saat muncul kasus FTX.

Fluktuasi nilai Bitcoin tersebut membuat Bitcoin sulit digunakan untuk transaksi. Karena jadi tidak ada patokan nilai yang pasti.

Meskipun kemudian muncul stablecoin yang nilainya dipatok ke mata uang fiat dalam perbandingan 1:1. Jadi, nilai stablecoin ini tetap dan bisa digunakan dalam jaringan Blockchain.

Namun, kasus hancurnya stablecoin Luna di 2022, membuat orang skeptis soal masa depan stablecoin.

3. Dilarang di Berbagai Negara

Bitcoin sebagai aset yang baru belum memiliki regulasi yang sangat jelas. Saat ini di Indonesia, Bitcoin dianggap komoditas yang diatur oleh Bappebti.

Sementara, penggunaan Bitcoin sebagai alat tukar dilarang di Indonesia.

4. Butuh Koneksi Internet

Perbedaan yang mencolok lain bahwa investasi di Bitcoin dan aset crypto membutuhkan akses koneksi ke internet. Tanpa internet, kita tidak bisa menyimpan, menjual atau mencairkan Bitcoin.

Keharusan adanya koneksi ke jaringan internet ini, yang membuat Bitcoin dan aset crypto tidak selalu cocok untuk semua kalangan, khususnya orang - orang yang berusia lanjut. Orang yang tidak punya atau tidak tahu internet akan sulit bisa mengakses Cryptocurrency.

5. Kemampuan Blockchain Bitcoin Mengolah Transaksi Rendah

Kemampuan jaringan Blockchain memproses transaksi masih sangat rendah. Jumlah transaksi per detik di Bitcoin hanya 4.5 an per detik, jauh dibawah Visa yang mampu memproses ribuan transaksi per detik.

Sementara, sebagai alat tukar, Bitcoin harus mampu memproses banyak transaksi dalam waktu cepat. Bayangkan kalau hanya ingin beli kopi, lalu bayar dengan Bitcoin butuh waktu 20 menit.

Kecepatan transaksi atau scalability menjadi isu penting buat Bitcoin. Namun, hal ini menjadi dilema dalam sistem desentralisasi.

Karena sistemnya berbasis komunitas, mau gak mau, setiap transaksi butuh waktu lebih lama untuk semua pihak dalam komunitas setuju. Berbeda dengan sistem sentral yang hanya butuh satu pihak untuk mengatakan 'yes'.

6. Aset yang Tidak Menghasilkan Dividen, Bunga

Bitcoin bukan aset yang menghasilkan yield, seperti deviden atau bunga. Kita membeli Bitcoin dengan harapan hanya pada kenaikkan harga atau capital gain.

Karena tidak menghasilkan yield, sulit untuk melakukan valuasi atas nilai Bitcoin yang sebenarnya.

Kenaikkan harga Bitcoin disebabkan oleh ada orang yang berani membeli di harga lebih tinggi dan bukan karena perhitungan nilai intrinsik value Bitcoin dari yield yang dihasilkan instrumen ini.

7. Belum User’s friendly

Bitcoin tidak mudah digunakan oleh semua orang untuk saat ini. Proses penggunaan dan penyimpanan Bitcoin belum user friendly.

Untuk menyimpan Bitcoin di cold wallet, yang merupakan cara paling aman saat ini, tidak mudah buat orang awam.

8. Tergantung Internet dan Listrik

Bitcoin membutuhkan koneksi internet untuk kita mengakses dan menggunakan.

Di negara yang akses internet masih terbatas, Bitcoin bukan pilihan yang tepat untuk segala waktu. Karena saat internet mati, kita tidak bisa menggunakan Bitcoin.

Apa itu Obligasi

Obligasi adalah salah satu instrumen pasar modal.

Bagi investor yang kurang menyukai resiko, obligasi bisa menjadi salah satu jenis aset yang cukup menarik, karena obligasi mampu memberikan pendapatan tetap bagi investor.

Obligasi adalah instrumen dimana pihak yang menerbitkan menyatakan hutang kepada pemegang obligasi.

Dari sisi penerbit, obligasi menjanjikan kepada investor untuk membayar pokok hutang pada saat jatuh tempo dan bunga secara rutin sebagai imbal hasil.

Dari sisi investor, obligasi adalah investasi yang berbeda dari saham. Saham menyatakan klaim kepemilikan pada suatu perusahaan, sedangkan obligasi menyatakan klaim kreditur pada suatu perusahaaan.

Kelebihan Obligasi

Berikut ini kelebihan Crypto

1. Aman, Resiko Rendah

Resiko investasi di obligasi lebih rendah dibandingkan instrumen lain.

Risiko obligasi lebih tinggi dari tabungan karena tidak ada penjaminan dalam obligasi. Jika penerbit obligasi gagal bayar maka uang yang ditanamkan di obligasi hilang.

Karena itu, resiko obligasi sangat ditentukan oleh siapa penerbit obligasi. Obligasi pemerintah punya resiko kecil karena pemerintah yang menerbitkan obligasi.

2. Potensi Capital Gain

Berpotensi memperoleh capital gain bila obligasi dijual pada harga yang lebih tinggi daripada harga beli setelah memperhitungkan biaya transaksi di Pasar Sekunder

3. Pendapatan Tetap dari Kupon Obligasi

Berinvestasi pada Obligasi akan memberikan pendapatan secara tetap berupa kupon obligasi sesuai dengan nilai pokok investasi

4. Tingkat Imbal Hasil yang Lebih Tinggi Dibandingkan Deposito dan Tabungan

Obligasi adalah salah satu instrumen investasi yang memiliki resiko, sehingga memiliki imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan deposito atau tabungan

Kekurangan Obligasi

Kelemahan Obligasi

1. Tidak Mudah Dicairkan

Obligasi tidak mudah dicairkan sebelum jatuh tempo. Pencairan obligasi sebelum jatuh tempo hanya bisa dilakukan dengan menjual di pasar sekunder, yang harga jual belinya tergantung dinamika pasar.

2. Minimum Investasi Tinggi

Minimum investasi di obligasi lebih besar. Paling tidak harus menempatkan uang Rp 5 juta untuk pembelian obligasi.

3. Capital Loss

Kerugian (capital loss) dapat terjadi apabila investor menjual obligasinya di Pasar Sekunder sebelum jatuh tempo pada harga jual yang lebih rendah dari harga belinya. Pada saat harga pasar turun, Investor obligasi tetap mendapat kupon setiap 6 bulan sampai jatuh tempo. dan menerima pelunasan pokok sebesar 100% (seratus persen) pada saat jatuh tempo.

4, Default

Risiko Wanprestasi (Default) adalah risiko dimana investor tidak dapat memperoleh pembayaran dana yang dijanjikan oleh penerbit pada saat produk investasi jatuh tempo kupon dan pokok.

5. Likuiditas

Risiko Likuiditas suatu risiko apabila investor tidak dapat melikuidasi produk investasi dalam waktu yang cepat pada harga yang wajar. Risiko likuiditas (liquidity risk) dapat terjadi apabila Investor obligasi membutuhkan dana dalam waktu cepat akan tetapi tidak dapat dijual pada harga yang wajar.

6. Nilai Tukar

Risiko Nilai Tukar Mata Uang Asing Risiko dimana investor bisa kehilangan nilai investasinya akibat dari perubahan nilai tukar mata uang asing terhadap Rupiah.

Risiko nilai tukar mata uang asing dapat muncul apabila Investor obligasi berdenominasi USD membeli obligasinya dengan mengkonversi dananya dari mata uang asal IDR. Ketika obligasinya dijual dan dananya dikonversi kembali ke Rupiah, dalam kondisi mata uang USD sedang melemah, maka muncul potensi kerugian dari nilai tukar mata uang.

Tabel Perbandingan Bitcoin dan Obligasi

Untuk melihat lebih dalam, kita akan membandingkan kedua jenis aset ini dalam berbagai aspek investasi, yaitu:

NoAspekBitcoinObligasi
1ReturnTinggiRendah
2ResikoTinggiRendah
3LikuiditasTinggiRendah
4LegalitasAmanAman
5DiversifikasiTidakTidak
6PenyimpananSulitMudah
7Pengenalan ProdukSulitMudah
8Penyitaan AsetKecilBesar
9Mekanisme TradingExchangePasar Obligasi
10Perlindungan NasabahSedangTinggi
11Minimum InvestasiRendahTinggi
12On Chain AnalysisAdaTidak
13Ancaman InflasiTidakAda

1. Return

Return investasi di Bitcoin masih sangat menjanjikan karena peningkatannya di atas rata - rata instrumen investasi yang lain. Hal ini karena marketcap BTC yang masih kecil dan jumlahnya yang terbatas.

Return obligasi rendah dibandingkan Bitcoin.

2. Resiko

Resiko Bitcoin cukup tinggi dan boleh dibilang dalam situasi tertentu sangat tinggi. Harga BTC bisa naik turun 1% sd 2% dalam satu hari.

Tingginya fluktuasi harga Bitcoin karena market cap masih kecil dan assetnya masih baru.

Resiko obligasi lebih rendah dibandingkan Bitcoin karena penerbitnya bisa pemerintah atau korporasi besar.

3. Likuiditas

Likuiditas bicara soal mudah dan cepat tidaknya kita bisa menjual instrumen investasi. Semakin cepat, mudah, berarti semakin likuid instrumen tersebut.

Dalam soal ini, Bitcoin lebih baik dari obligasi karena bisa dijual dalam hitungan menit. Sementara, obligasi harus dijual di pasar sekunder yang membutuhkan waktu.

4. Legalitas

Bitcoin legal diperdagangkan di Indonesia dan diawasi oleh Bappebti. Jadi Bitcoin merupakan komoditi yang legit dan resmi.

Obligasi diawasi oleh OJK dan sudah diatur dalam UU Pasar Modal. Jadi punya legitimasi yang jelas.

5. Diversifikasi

Investasi di Bitcoin dan Obligasi tidak ada diversifikasi karena hanya di satu asset.

6. Penyimpanan

Menyimpan Bitcoin secara self-custody tidak mudah, sementara penyimpanan obligasi sangat mudah karena dilakukan oleh pihak lain di kustodian sentral.

7. Pengenalan Produk

Obligasi, jelas, lebih dikenal karena memang sudah sejak lama ada. Investasi di produk ini sendiri cukup simpel, tinggal beli dan jual.

Orang sudah sangat paham dengan investasi di obligasi. Tidak perlu banyak belajar lagi.

Hal yang sangat berbeda dengan investasi di Bitcoin. Banyak orang yang belum paham apa itu Bitcoin.

8. Penyitaan Aset

Bitcoin hampir mustahil untuk disita oleh pemerintah kecuali kita memberikan private key. Jadi, kemungkinan penyitaan aset Bitcoin relatif rendah.

Sementara, obligasi bisa dengan lebih mudah disita oleh otoritas, seperti pemerintah dan perintah pengadilan.

9. Mekanisme Jual Beli

Obligasi dan Bitcoin memiliki mekanisme jual beli yang berbeda.

Transaksi obligasi dilakukan lewat perbankan. Prosesnya mudah dengan cukup online lewat agen penjual obligasi, seperti Bareksa, Bibit, Ajaib atau perbankan.

Sementara, transaksi Bitcoin dilakukan langsung dengan exchange, seperti Binance, Indodax, TokoCrypto, Rekeningku. Implikasinya, harga jual beli Bitcoin bisa berbeda antara satu exchange dengan exchange lain.

10. Perlindungan Nasabah

Perlindungan nasabah di obligasi lebih maju karena dana masyarakat disimpan terpisah dari broker di RDN milik nasabah dan aset disimpan di kustodian sentral KSEI.

Sementara, dana nasabah untuk transaksi di Bitcoin disimpan di rekening exchange, sedangkan Bitcoin yang dibeli disimpan oleh exchange.

11. Minimum Investasi

Meskipun harga Bitcoin mahal sekitar US$ 30 ribu, namun bisa dipecah - pecah belinya sehingga minimum investasi menjadi sangat terjangkau bisa mulai dari Rp 11 ribu.

Minimum investasi di obligasi besar, dengan minimum Rp 1 juta di ORI atau lebih di instrumen obligasi lainnya.

12. On Chain Analysis

Bitcoin menyediakan on chain analysis yang menunjukkan perubahan kepemilikan pemegang aset bitcoin. Ini bisa terjadi karena Bitcoin pada dasarnya adalah database open source, yang isinya bisa dilihat dan dianalisa secara transparan.

On chain analysis tidak bisa dilakukan di Obligasi. Data kepemilikan tertutup dan tidak transparan.

13. Ancaman Inflasi

Imbal hasil obligasi sangat mungkin tergerus oleh inflasi karena bunga obligasi yang tetap. Sementara, return Bitcoin akan meningkat diatas inflasi dalam jangka panjang karena sifat supply BTC yang terbatas (deflationary).

Kesimpulan

Dari perbandingan ini, kita bisa melihat bahwa tidak ada produk investasi yang unggul semuanya. Obligasi tidak hanya punya keunggulan, tetapi juga kelemahan. Demikian hal yang sama dengan Bitcoin.

Tugas kita menentukan instrumen mana yang paling cocok, paling pas, untuk mewujudkan tujuan keuangan yang kita miliki. Bagaimanapun juga, kita membeli instrumen investasi untuk mencapai tujuan keuangan.

Kata perencana keuangan Ligwina Hananto, “Tujuan Lo Apa”.

Bagikan Melalui

Daftar Isi

Berlangganan Duwitmu

Komentar (0 Komentar)

Tulis Komentar - Balasan untuk Tito Shadam

Email Anda tidak akan di publish

Batalkan Membalas

Captcha Wajib Diisi

Artikel Terkait