Silakan masukkan kata kunci pada kolom pencarian

8 Risiko Investasi P2P Lending Investor Wajib Tahu (2024)

Daftar Isi

8 Risiko Investasi P2P Lending Investor Wajib Tahu (2023)

Investasi di P2P Lending populer dalam beberapa tahun belakangan karena return yang ditawarkan ke investor cukup menarik.

Dari pengalaman kami, return p2p bisa mencapai 12% sd 15% setahun. Jauh di atas bunga deposito atau bahkan obligasi ORI SBN.

Tapi, kami juga sadar sekali bahwa risiko investasi di P2P juga tidak kecil. Ada resiko uang hilang.

Masalahnya, banyak orang yang tidak siap ketika investasi di p2p gagal bayar akibat pinjaman yang diberikan default. Penyelenggara pun seakan lepas tangan ketika pinjaman tidak dibayar.

Apa Resiko Investasi yang dihadapi investor di Fintech P2P Peer to Peer Lending? Kita kupas secara lengkap.

Apa itu Investasi P2P Lending

Apa itu Investasi P2P Lending

 

Masyarakat bisa berinvestasi di P2P terdaftar resmi di OJK dan memperoleh return menarik.

P2P Lending adalah pinjam meminjam secara langsung berbasis teknologi informasi. Satu pihak sebagai pemberi pinjaman, sementara pihak lain sebagai penerima pinjaman, yang dipertemukan lewat platform penyelenggara P2P.

Beberapa komponen penting dalam P2P Lending adalah:

  1. Pemberi Pinjaman. Pihak yang memiliki uang untuk mendanai pinjaman dan mengharapkan return dari pinjaman tersebut.
  2. Penerima pinjaman. Pihak yang membutuhkan pinjaman dan bersedia membayar bunga atau biaya atas pinjaman tersebut
  3. Penyelenggara P2P. Pihak yang menyediakan platform online untuk mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman secara digital.
  4. Terjadi pertemuan langsung antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman secara online lewat platform P2P.

Bisa dilihat bahwa idenya sebenarnya cukup simpel. P2P menjadi marketplace untuk pinjam meminjam.

Return buat pemilik dana di P2P menjadi menarik karena hilangnya perantara.

Minimum investasi di P2P bisa ditekan kecil karena sifatnya pendanaan bersama - sama. Di platform yang disediakan penyelenggara, calon pemberi pinjaman bisa bersama - sama membiayai suatu usaha yang prospektif, dengan membagi - bagi jumlah pembiayaan.

Salah satu P2P menerima investasi mulai Rp 100 ribu. Jumlah investasi yang sangat terjangkau buat semua kalangan.

Namun, investasi ini memiliki sejumlah resiko yang perlu dipahami dengan baik oleh investor.

Memasuki 2020 sampai 2022, sejumlah hal melanda industri P2P Lending, yang berdampak negatif pada kinerja pembayaran investasi. Banyak pinjaman yang gagal bayar, ada platform P2P yang dicabut izinnya dan lain - lain.

Resiko Investasi di P2P Fintech Lending

Investor harus memperhitungkan kemungkinan resiko Investasi di P2P Fintech Lending, sbb:

#1 Pinjaman Menunggak Gagal Bayar Ditanggung Investor

Investor perlu menyadari sejak awal bahwa mereka menanggung sepenuhnya resiko gagal bayar kredit. Pengelola P2P lending tidak menyerap kerugian jika kreditur menunggak.

Jika kreditur menunggak, investor harus siap kehilangan dana mereka. Ini disebut resiko kredit.

Beberapa waktu lalu, kami ikut dalam investasi di salah satu P2P Lending. Entah kebetulan atau nasib sial, kreditur tempat kami meminjamkan uang mengalami keterlambatan pembayaran. Pengelola menyampaikan hal tersebut melalui email.

Pemberitahuan keterlambatan ini menunjukkan bahwa investor menanggung resiko sepenuhnya. Memang, pengelola membantu melakukan penagihan, namun the ultimate risk berada di investor.

Walaupun, dalam kasus keterlambatan peminjam kami, setelah menunggak 7 hari pembayaran akhirnya dilunasi semua dengan tambahan bunga keterlambatan.

Konsep resiko di P2P ini berbeda dengan perbankan.

Di bank, deposan tidak menghadapi resiko kredit karena resiko tersebut ditanggung bank. Meskipun kreditur menunggak atau gagal bayar, uang deposan kembali secara utuh.

Secara pelaporan, pengelola P2P mencatat pinjaman tidak di dalam buku (on balance sheet), namun off balance sheet karena mereka tidak menanggung resiko atas kerugian pinjaman tersebut.

Kemampuan pengelola P2P me-manage resiko kredit menjadi kompetensi yang sangat krusial buat investor. Setiap pinjaman pasti mengandung resiko kredit, tinggal bagaimana kemampuan risk management dan collection mengelola kredit tersebut.

Masalahnya, kami melihat penjelasan mengenai bagaimana menangani kredit macet belum diuraikan secara komprehensif di website P2P.

Informasinya umum, tidak detail serta belum menjawab pertanyaan - pertanyaan investor berikut ini:

  • Jika kredit macet, bagaimana collection menagih. Strategi apa yang digunakan dan kapan memakai debt-collector (jika terpaksa digunakan)
  • Pihak mana yang menanggung biaya collection, apakah investor atau share dengan pengelola. Dalam kredit ritel, collection memakan biaya besar, sehingga ketentuan mengenai siapa yang menanggung biaya ini perlu jelas sejak awal.
  • Jika kredit tidak bisa ditagih selama periode tertentu, bagaimana prosesnya dan implikasinya kepada investor.

Di P2P Lending beberapa negara, salah satu cara mengatasi resiko kredit adalah pengelola menyisihkan sebagian dana (disebut ‘safeguard' atau ‘reserve fund’) untuk menutupi biaya kredit macet. Namun, penyisihan dana semacam ini, kami belum lihat dalam P2P di Indonesia.

Kemungkinan belum adanya penyisihan dana ini di Indonesia karena belum ada regulasi yang mengatur. Penyisihan dana bukan hal yang mudah sebab akan mengurangi potensi keuntungan buat pengelola dan investor.

#2 Risiko Likuiditas. Tidak Bisa Menarik Investasi Segera

Berbeda dengan bank dimana deposan bisa menarik dana kapan diperlukan, begitu pula dengan investasi saham yang bisa dijual kapan saja, investor P2P Lending tidak bisa menarik pendanaan yang sudah dikucurkan sebagai pinjaman sebelum jatuh tempo.

Investor yang hendak terjun ke P2P harus mempertimbangan isu likuiditas ini dengan matang. Jangan sampai mereka terjebak dalam kesulitan likuiditas karena dana tidak bisa ditarik sebelum waktunya.

#3 Platform Penyelenggara P2P Bangkrut Bubar

Kemungkinan pengelola P2P Lending bisa bangkrut atau membubarkan diri karena mengalami kerugian.

Dan ini sudah terjadi di 2022.

Investor menyetor dana ke pengelola yang kemudian mengatur ke peminjam. Posisi pengelola sangat strategis, sehingga jika mereka bangkrut besar implikasinya bagi investor.

Salah satu cara memastikan kredibilitas pengelola adalah melihat track record dan kekuatan modal. Asumsinya, semakin besar modal, semakin solid keuangan mereka, semakin kecil kemungkinan bangkrut.

Masalahnya, otoritas belum mengeluarkan ketentuan mengenai permodalan minimum P2P Lending. Siapa pun bisa membuka P2P tanpa perlu modal yang memadai.

Saat ini pun, investor belum bisa melihat dan kemudian menilai kemampuan modal pengelola. Karena pengelola tidak mencantumkan informasi mengenai berapa jumlah modal yang mereka miliki.

Satu-satunya cara, saat ini, untuk memastikan kredibilitas pengelola P2P adalah track record, backup investor dan cara kerja mereka. Terbatas memang, namun itu sementara itu yang bisa dijadikan patokan.

#4 Track Record Pengelola (Masih) Terbatas

Pengalaman dan skill pengelola P2P Lending sangat menentukan keamanan dan kinerja investasi. Karena pengelola yang memilih calon kreditur yang akan dibiayai oleh lender (investor).

Memang, dalam website, P2P lending menyajikan sejumlah data untuk mengevaluasi calon kreditur, namun data tersebut memiliki keterbatasan: (1) scope-nya terbatas dan (2) integritas data ditentukan sepenuhnya oleh pengelola karena investor tidak bisa mengecek ulang, misalnya akses ke calon kreditur, untuk memastikan validitas data.

Pengelola P2P lending tidak memberikan akses, bahkan tidak mengungkapkan nama calon kreditur kepada investor. Dengan demikian, investor sulit atau bahkan mustahil melakukan validasi ulang keabsahan data yang diberikan pengelola di website P2P.

Investor di platform P2P Lending tergantung 100% terhadap judgement dan expertise pengelola.

Usia bisnis p2p ini yang masih sangat muda di Indonesia, kurang dari 6 tahun, membuat kita sulit menilai mana kinerja pengelola yang sudah terbukti, mana yang belum. Hanya waktu yang bisa menunjukkan kualitas dan keakuratan analisa pengelola.

#5 Penyelenggara P2P Tidak Transparan, Tidak Responsif

Hal ini terasa ketika ada pinjaman yang gagal bayar.

Penyelenggara tidak selalu bisa menjelaskan secara transparan dan jelas, kenapa peminjam gagal bayar dan langkah - langkah apa yang akan dilakukan penyelenggara untuk menyelesaikan masalah pembayaran dari peminjam.

Dari pengalaman mengalami investasi yang gagal bayar, jawaban penyelenggaara P2P cenderung sudah ‘template’ dan tidak menjelaskan masalah sebenarnya.

#6 Nilai TKB90 Tidak Mencerminkan Kondisi Sebenarnya

Penyelenggara P2P wajib mempublikasikan indikator TKB90 di situs setiap bulan. TKB90 menunjukkan kualitas portofolio yang dikelola penyelenggara P2P.

Semakin tinggi nilai ini, semakin bagus, dan sebaliknya.

TKB90 100% artinya semua pinjaman di portofolio P2P tidak ada yang menunggak lebih dari 90 hari. Sedangkan, TKB90 30% artinya 70% pinjaman yang diberikan sudah menunggak diatas 90 hari.

Pinjaman yang sudah menunggak lebih dari 90 hari, sangat berbahaya, karena kemungkinan untuk lunas, sangat kecil.

Masalahnya, dari pengalaman, investor tidak bisa selalu menggunakan indikator ini untuk mengukur keberhasilan suatu P2P. Kenapa?

Karena penyelenggara P2P yang punya TKB90 tinggi, ternyata, belum tentu kinerjanya bagus sebab TKB90 tinggi bisa karena

  • Kebijakan restrukturisasi yang bisa dilakukan oleh P2P secara berulang - ulang tanpa adanya pembatasan
  • Pinjaman dijual atau dialihkan ke pihak ke-3, yang seolah - olah lunas di P2P, walaupun kenyataannya kewajiban ke investor belum selesai

#7 Asuransi Kredit Tidak Selalu Bisa Mengganti Pinjaman Gagal Bayar

Salah satu mitigasi risiko di P2P adalah penggunaan asuransi kredit.

Asuransi kredit akan mengganti pokok pinjaman (70% sd 80%) kepada investor ketika pinjaman gagal bayar setelah waktu tertentu.

Namun, dalam prakteknya, asuransi kredit tidak selalu efektif buat investor karena:

  • Tidak selalu asuransi kredit bisa diklaim.
  • Hanya sebagian pokok pinjaman yang dikembalikkan, sedangkan bunga tidak dikembalikkan oleh asuransi kredit
  • Keputusan klaim ke asuransi kredit ditentukan oleh penyelenggara P2P dan bukan oleh investor

#8 Risiko Dana Investasi Hilang

Dana yang disetorkan ke pengelola P2P hilang atau disalahgunakan.

Saat ini, pengelola melakukan langkah preventif dengan menempatkan dana investor di rekening terpisah virtual account di bank atas nama investor. Cara ini mengikuti transaksi di pasar modal dimana regulasi menetapkan bahwa dana investor saham yang disetorkan ke broker untuk melakukan/menampung transaksi ditempatkan di rekening terpisah atas nama nasabah (disebut Rekening Dana Nasabah/RDN).

Namun, corporate governance di P2P Lending dengan Pasar Modal saat ini secara fundamental berbeda.

Di pasar modal, broker saham hanya bisa mengakses rekening dana nasabah jika terdapat bukti underlying transaksi (jual-beli saham) yang dikeluarkan oleh otoritas kliring/settlement. Tanpa bukti tersebut, pihak bank tidak memperbolehkan broker menarik dana nasabah dan proses ini diawasi secara ketat oleh regulator lewat audit serta pengawasan internal.

Di P2P Lending, karena belum ada regulasi dan otoritas pengawas saat ini, ketentuan mengenai bagaimana pengelola boleh mengakses virtual account belum jelas. Belum ada regulator yang mengawasi proteksi dana investor di virtual account tersebut.

Kesimpulan

Langkah paling awal dalam proses investasi di P2P Lending adalah memahami resiko-resikonya. Jangan sampai, kita menginvestasikan dana tanpa tahu tingkat dan jenis resiko yang dihadapi.

Investor yang baik pasti akan mengenali profil targetnya, termasuk resiko yang akan terjadi.

Kehadiran platform fintech P2P Lending menawarkan alternatif investasi. Return yang menarik dan proses yang mudah merupakan keunggulan platform ini dibandingkan instrumen investasi yang lain.

Namun, setiap investasi pasti memiliki resiko. Investasi di P2P Lending memiliki sejumlah resiko. Investor yang ingin terjun ke instrumen ini wajib memahami resiko tersebut dengan baik.

Bagikan Melalui

Daftar Isi

Berlangganan Duwitmu

Komentar (0 Komentar)

Tulis Komentar - Balasan untuk Tito Shadam

Email Anda tidak akan di publish

Batalkan Membalas

Captcha Wajib Diisi

Artikel Terkait