Silakan masukkan kata kunci pada kolom pencarian

Jenis Jenis Bank di Indonesia berdasarkan Fungsi dan Kepemilikan

Daftar Isi

Jenis Jenis Bank di Indonesia berdasarkan Fungsi dan Kepemilikan

Jenis bank di Indonesia terbagi ke dalam beberapa kelompok. Masing - masing punya ketentuan dan permodalan yang berbeda - beda. ini dilihat dari fungsi dan kepemilikan bank.

Jenis bank di Indonesia terbagi menjadi bank umum konvensional dan syariah, lalu bank konvensional terdiri atas bank umum dan BPR, sedangkan bank syariah terdiri atas bank umum syariah dan BPRS.

Mari kita bahas definisi, lingkup kegiatan dan permodalan di masing masing jenis bank ini.

Bank Konvensional

Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas: 

  • Bank Umum Konvensional dan
  • Bank Perkreditan Rakyat.

A. Bank Umum Konvensional

Bank Umum Konvensional (BUK) adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha BUK adalah

  1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  2. Memberikan kredit.
  3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
  4. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
    1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
    2. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
    3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
    4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
    5. Obligasi.
    6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
    7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
  5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
  6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
  7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan antar pihak ketiga.
  8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
  9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.
  10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
  11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
  12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  13. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang berlaku;
  14. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang berlaku; bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku; dan
  15. Melakukan kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan/trust.
  16. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang berlaku;
  17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu Bank Umum dapat pula:

  • Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
  • Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dan
  • Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.?

B. Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank Konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan usaha BPR adalah:

  • menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
  • memberikan kredit;
  • menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
  • menempatkan dananya dalam bentuk SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.

Bank Syariah

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas: 

  • Bank Umum Syariah (BUS) dan
  • Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).

Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

A. Bank Umum Syariah 

Bank Umum Syariah (BUS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUS dan UUS meliputi: 

  1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  2. menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  3. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  4. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  5. menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  6. menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
  8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
  9. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah;
  10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau BI;
  11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;
  12. melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan Prinsip Syariah (khusus BUS);
  13. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;
  14. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
  15. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan akad wakalah (Khusus BUS);
  16. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan
  17. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di samping kegiatan bank syariah diatas, berikut ini adalah kegiatan usaha yang hanya dapat dilakukan oleh BUS (Bank Umum Syariah) dan UUS yaitu: 

  • melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;
  • melakukan kegiatan penyertaan modal pada BUS atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah (khusus BUS);
  • melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;
  • bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah (khusus BUS);
  • melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
  • menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
  • menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;
  • menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal (khusus BUS); dan
  • menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha BUS lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.

B. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

  • Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
  • Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.

Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

  • Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah;
  • Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna;
  • Pembiayaan berdasarkan akad qardh;
  • Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk IMBT; dan
  • Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.

Menempatkan dana pada bank syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan/atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening BPRS yang ada di BUS, BUK, dan UUS; dan

Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan OJK.

C. Unit Usaha Syariah 

Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/ atau unit syariah. 

Kegiatan usaha di UUS mengikuti kegiatan usaha yang diperbolehkan di BUS. 

Ketentuan Permodalan Setiap Jenis Bank 

Kunci pengaturan perbankan yang sehat adalah dalam soal permodalan.

OJK dalam Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020 – 2025 (RP2I) menyebutkan bahwa pilar pertama (dari 4 pilar roadmap) adalah Penguatan struktur dan keunggulan kompetitif perbankan nasional, yang salah satunya diwujudkan dengan meningkatkan permodalan perbankan.

Jadi, OJK mengatur kegiatan usaha di masing - masing jenis bank berdasarkan tingkat permodalan.

Daftar kegiatan usaha yang disebutkan sebelumnya adalah kegiatan umum untuk masing - masing jenis bank. 

Namun, implementasi di setiap bank tergantung pada modal bank tersebut. Semakin besar modal, semakin luas cakupan kegiatan usaha yang dilakukan suatu bank dan sebaliknya. 

A. Jenis Bank berdasarkan BUKU

Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha, yang selanjutnya disebut BUKU, adalah pengelompokan Bank berdasarkan Kegiatan Usaha yang disesuaikan dengan Modal Inti yang dimiliki.

Hal ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6 /Pojk.03/2016 Tentang Kegiatan Usaha Dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.

Berdasarkan Modal Inti yang dimiliki, Bank dikelompokkan menjadi 4 (empat) BUKU, yaitu: 

  1. BUKU 1 adalah Bank dengan Modal Inti sampai dengan kurang dari Rp 1 Triliun (satu triliun rupiah);
  2. BUKU 2 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp 1 Triliun (satu triliun rupiah) sampai dengan kurang dari Rp 5 Triliun (lima triliun rupiah);
  3. BUKU 3 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp 5 Triliun (lima triliun rupiah) sampai dengan kurang dari Rp 30 Triliun (tiga puluh triliun rupiah); dan
  4. BUKU 4 adalah Bank dengan Modal Inti paling sedikit sebesar Rp 30 Triliun (tiga puluh triliun rupiah).

B. Kegiatan Usaha di Setiap Jenis Bank berdasarkan Permodalan

Ketentuan kegiatan usaha menurut BUKU dibedakan untuk bank konvensional dan bank syariah.

1. Bank Umum Konvensional 

BUKU 1 hanya dapat melakukan: 

  1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah yang meliputi:
    1. kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
    2. kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
    3. kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
    4. kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama;
    5. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas;
    6. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; dan
    7. jasa lainnya;
  2. kegiatan sebagai pedagang valuta asing; dan
  3. kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah yang lazim dilakukan oleh Bank dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan.

BUKU 2 hanya dapat melakukan:  

  1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing:
    1. kegiatan penghimpunan dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1;
    2. kegiatan penyaluran dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas;
    3. kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
    4. kegiatan treasury secara terbatas; dan
    5. jasa lainnya;
  2. Kegiatan Usaha sebagaimana pada BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas untuk:
    1. keagenan dan kerjasama; dan
    2. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;
  3. kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia;
  4. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; dan
  5. kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha Bank Umum baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia;  

BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha Bank Umum baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3. 

2. Bank Umum Syariah 

BUKU 1 hanya dapat melakukan:  

  1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah yang meliputi:
    1. kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
    2. kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar;
    3. kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
    4. kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama;
    5. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas;
    6. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan; dan
    7. jasa lainnya;
  2. kegiatan sebagai pedagang valuta asing; dan
  3. kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah yang lazim dilakukan oleh Bank yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan.

BUKU 2 dapat melakukan: 

  1. Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing:
    1. kegiatan penghimpunan dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1;
    2. kegiatan penyaluran dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas;
    3. kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);
    4. kegiatan treasury secara terbatas; dan
    5. jasa lainnya;
  2. Kegiatan Usaha sebagaimana pada BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas untuk:
    1. keagenan dan kerjasama; dan
    2. kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;
  3. kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah di Indonesia;
  4. kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan pembiayaan; dan
  5. kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan;

BUKU 3 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha Bank syariah dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah di Indonesia dan/atau di luar negeri terbatas pada wilayah regional Asia;

BUKU 4 dapat melakukan seluruh Kegiatan Usaha Bank Syariah baik dalam Rupiah maupun dalam valuta asing dan penyertaan modal pada lembaga keuangan syariah di Indonesia dan/atau seluruh wilayah di luar negeri dengan jumlah lebih besar dari BUKU 3.

3. Unit Usaha Syariah

Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh unit usaha syariah mengacu pada BUKU bank umum konvensional yang menjadi induknya.

C. Ketentuan Modal Baru

Setelah mengatur di 2016, OJK kembali melakukan revisi permodalan bank di 2021. 

OJK mengatur soal permodalan bank umum yang terbaru berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 /POJK.03/2021 di Agustus 2021.

1. Modal Disetor Pendirian Bank Baru Rp 10 Triliun 

Dalam POJK, OJK menetapkan kategori Bank Umum Konvensional, yaitu Bank Berbadan Hukum Indonesia (Bank BHI) dan Kantor Cabang dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri (KCBLN), serta terdapat pengaturan bagi Kantor Perwakilan dari Bank yang Berkedudukan di Luar Negeri.

Untuk mendirikan bank baru sejak POJK ini berlaku, dengan kategori BHI, modal disetor minimum adalah Rp 10 Triliun

Ketentuan pendirian Bank BHI (termasuk modal disetor pendirian Bank BHI paling sedikit Rp10.000.000.000.000,00 (sepuluh triliun rupiah)) hanya berlaku bagi pendirian Bank BHI baru setelah POJK ini berlaku.

Sebagai catatan, Modal pendirian Bank BHI Rp 3 Triliun (tiga triliun rupiah) yang pertama kali diatur tahun 2000 tidak berlaku lagi karena dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi perbankan saat ini.

2. Pengelompokkan Bank berdasarkan Modal 

Berbeda dengan BUKU, OJK membuat Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti yang selanjutnya disingkat KBMI, yang merupakan pengelompokan bank didasarkan pada Modal Inti yang dimiliki.

Berdasarkan Modal Inti, Bank dikelompokkan menjadi 4 KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti): 

  1. KBMI 1: Modal Inti sampai dengan Rp 6 Triliun (enam triliun rupiah).
  2. KBMI 2: Modal Inti lebih dari Rp 6 Triliun (enam triliun rupiah) sampai dengan Rp 14 Triliun (empat belas triliun rupiah).
  3. KBMI 3: Modal Inti lebih dari Rp 14 Triliun (empat belas triliun rupiah) sampai dengan Rp 70 Triliun (tujuh puluh triliun rupiah).
  4. KBMI 4: Modal Inti lebih dari Rp 70 Triliun (tujuh puluh triliun rupiah).

Pengelompokan bank berdasarkan Modal Inti berlaku bagi Bank BHI, KCBLN, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah dan unit usaha syariah Bank BHI.

Terkait KBMI, terdapat beberapa penyesuaian ketentuan aspek prudential, yaitu penyesuaian terkait: 

  1. kewajiban perhitungan dan pelaporan rasio kecukupan likuiditas dan rasio pendanaan stabil bersih.
  2. penerapan manajemen risiko dan pengukuran risiko pendekatan standar untuk risiko suku bunga dalam banking book (interest rate risk in the banking book).
  3. kewajiban pembentukan capital conservation buff

Perlu diketahui dan penting untuk digarisbawahi bahwa reklasifikasi menjadi KBMI ini tidak mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penyesuaian modal inti atau CEMA sesuai KBMI. 

Pengelompokan Bank Umum berdasarkan KBMI ini hanya diterapkan untuk kepentingan pengaturan ketentuan prudential Bank Umum tertentu serta untuk kebutuhan statistik, dan tidak lagi dikaitkan dengan kegiatan usaha (produk/aktivitas) serta jaringan kantor sebagaimana pengelompokan berdasarkan BUKU.

Jadi, POJK ini menetapkan bahwa kegiatan usaha (produk/aktivitas) serta jaringan kantor masih mengikuti ketentuan sebagaimana pengelompokkan berdasarkan BUKU.

Sebagai panduan, pengelompokan berdasarkan BUKU jika dikaitkan dengan KBMI, dapat menjadi: a) BUKU 1 dapat disetarakan dengan KBMI 1; b) BUKU 2 dapat disetarakan dengan KBMI 1; c) BUKU 3 dapat disetarakan dengan KBMI 2 atau KBMI 3; dan d) BUKU 4 dapat disetarakan dengan KBMI 3 atau KBMI 4.

3. Peningkatan Modal Bank Menjadi Rp 3 Triliun Des 2022 

Modal Bank Umum harus meningkat menjadi paling sedikit Rp 3 Triliun paling lambat akhir Desember 2022.

Mengacu pada POJK No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum (POJK Konsolidasi), muatan pengaturannya antara lain peningkatan secara bertahap permodalan Bank Umum (Bank BHI, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan KCBLN) yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022 (khusus bagi BPD s.d. 31 Desember 2024).

Bagikan Melalui

Daftar Isi

Berlangganan Duwitmu

Artikel Terkait