Kredit Tanpa Agunan (KTA) merupakan fasilitas pinjaman yang tidak mensyaratkan adanya agunan. KTA diselenggarakan secara luas oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank. Sekarang muncul banyak KTA Syariah yang ditawarkan oleh bank ? Apa jenis dan contoh akad yang digunakan dalam pinjaman tanpa agunan tersebut ?
Jenis dan contoh Akad KTA Syariah di Bank adalah Akad Murabahah; Akad Ijarah Multijasa; Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMq).
Salah satu lembaga keuangan bank yang menyediakan KTA adalah bank syariah. Berbeda dengan KTA konvensional, perbankan syariah memberikan KTA dengan skema dan mekanisme yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, atau lebih dikenal dengan istilah pembiayaan tanpa agunan atau KTA syariah.
Dengan kata lain, KTA syariah adalah fasilitas pembiayaan tanpa agunan yang prosedur pelaksanaannya mengacu kepada ketentuan yang diperkenankan secara syariah. Untuk memastikan kesesuaian proses pembiayaan dengan syariah, KTA syariah menggunakan akad-akad pembiayaan yang sesuai.
Akad dalam Transaksi Pembiayaan Syariah
Akad dalam transaksi syariah berperan sebagai pedoman transaksi beserta tata cara pelaksanaanya. Akad syariah terdiri dari berbagai jenis yang masing-masing memiliki fungsi pengaturan berbeda.
Pada skema hubungan kerja sama, akad syariah yang mendasari juga merupakan akad kerja sama, seperti akad mudharabah dan musyarakah. Apabila hubungan yang terjalin adalah hubungan jual beli, maka akad yang digunakan juga harus merupakan akad jual beli, seperti akad murabahah atau akad jual beli dengan pemesanan yakni akad salam maupun akad istisna’.
Apa Contoh Akad Digunakan dalam KTA Syariah
Akad KTA syariah merupakan jenis fasilitas pembiayaan, di mana akad yang digunakan umumnya adalah:
Akad Murabahah;
Akad Ijarah Multijasa;
Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMq).
Ketiga akad syariah tersebut dapat ditemui pada produk KTA Syariah, seperti PermataKTA iB Multiguna dari Permata Bank, Xtra Dana iB dari CIMB Niaga Syariah, dan BSI Mitraguna Online dari Bank Syariah Indonesia (BSI).
Akad Murabahah
Akad murabahah merupakan kesepakatan jual beli, di mana bank menanggung pembelian suatu barang yang diperlukan oleh nasabah, kemudian menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah margin. Margin merupakan keuntungan yang diperoleh bank dalam akad jual beli dengan besaran sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
Dalam pelaksanaannya, bank syariah harus transparan dan memberitahukan sebenar-benarnya kepada nasabah mengenai harga beli barang yang dibeli. Murabahah baru dapat disepakati begitu bank telah memiliki objek pembiayaan melalui pembelian yang sah.
Singkatnya, KTA yang menggunakan akad murabahah memiliki skema pembiayaan atas pembelian suatu barang yang diinginkan oleh nasabah. Hal tersebut membuat barang yang dimaksud menjadi objek pembiayaan dalam transaksi ini.
Meskipun murabahah digunakan dalam KTA, akad ini juga sebenarnya memperbolehkan adanya barang jaminan. Oleh karena itu, murabahah juga kompatibel untuk mendasari transaksi jual beli syariah selain KTA.
Ketentuan akad murabahah diatur oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dalam Fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tersebut memuat ketentuan Murabahah bagi Bank Syariah dan Nasabah.
Ketentuan Murabahah bagi Bank Syariah
Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang terbebas dari riba;
Barang yang diperjualbelikan merupakan barang yang tidak diharamkan menurut syariah Islam;
Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, di mana pembelian tersebut harus sah dan bebas riba;
Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya apabila pembelian dilakukan secara utang;
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah atau pemesan dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya (margin). Dalam hal ini bank harus memberitahukan secara jujur pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan, misalnya biaya transportasi;
Nasabah membayar harga yang telah disepakati tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati;
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atas kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah;
Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Ketentuan Murabahah bagi Nasabah
Nasabah melakukan pengajuan permohonan dan janji pembelian barang atau aset tertentu kepada bank;
Apabila bank menyetujui permohonan tersebut, maka bank harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesan tersebut secara sah dari pedagang;
Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus membelinya sesuai dengan janji yang telah disepakati, karena perjanjian tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Kedua pihak kemudian harus membuat kontrak jual beli;
Pada jual beli ini, bank diperkenankan untuk meminta nasabah untuk membayar sebagian uang muka dapat menandatangani kesepakatan awal pemesanan;
Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut;
Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah;
Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka:
Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga saja;
Jika nasabah batal membeli barang tersebut, uang muka menjadi hak bank, maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut. Apabila uang muka tidak menutupi kerugian yang ditanggung bank, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Penyelesaian piutang murabahah bagi nasabah yang tidak mampu membayar
Bank Syariah boleh melakukan settlement atau penyelesaian murabahah jika nasabah tidak bisa melunasi pembiayaannya sesuai dengan jumlah dan jangka waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan:
Objek murabahah dijual oleh nasabah kepada atau melalui bank dengan harga pasar yang disepakati;
Nasabah melunasi sisa utangnya kepada bank dari hasil penjualan objek pembiayaan tersebut;
Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang maka bank syariah wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada nasabah;
Apabila hasil penjualan tidak dapat melunasi sisa utang, maka sisa utang tetap menjadi tanggung jawab nasabah;
Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka bank syariah dapat membebaskannya.
Akad Ijarah Multijasa
Ijarah multijasa merupakan suatu akad pembiayaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan manfaat atau jasa, baik melalui sewa menyewa maupun penggunaan manfaat atau jasa. Jika pada murabahah bank syariah memperoleh keuntungan berupa margin, maka pada akad ini bank memperoleh keuntungan berupa pembayaran ujrah atau upah oleh nasabah.
Contoh tujuan pembiayaan dalam ijarah multijasa misalnya biaya pengobatan, biaya pendidikan, paket liburan, serta paket perjalanan umrah atau haji. DSN MUI secara khusus memberikan fatwa bahwa pembiayaan multijasa hukumnya adalah jaiz atau boleh, dengan menggunakan akad ijarah.
Rukun Akad Ijarah Multijasa
Untuk melaksanakan pembiayaan KTA syariah, akad ijarah multijasa mensyaratkan adanya keberadaan hal-hal berikut ini:
Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal maupun dalam bentuk lainnya;
Pihak-pihak yang melakukan akad, terdiri atas pemberi sewa/jasa dan penyewa/pengguna jasa; dan
Objek akad ijarah, yitu:
Manfaat barang dan sewa; atau
Manfaat jasa dan upah.
Ketentuan Objek Ijarah
Objek ijarah multijasa adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa;
Manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai serta dapat dilaksanakan dalam kontrak;
Manfaat barang atau jasa harus diperbolehkan secara syariah (tidak diharamkan);
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah;
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah atau ketidaktahuan yang akan menyebabkan sengketa;
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Serta dapat dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik;
Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada bank syariah sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli juga dapat dijadikan sewa atau upah dalam ijarah;
Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak;
Kelenturan dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat, atau jarak.
Kewajiban Bank Syariah dalam Akad Ijarah Multijasa
Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan;
Menanggung biaya pemeliharaan barang;
Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
Kewajiban Nasabah dalam Akad Ijarah Multijasa
Membayar sewa atau upah serta bertanggung jawab menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai ketentuan kontrak;
Menanggung biaya pemeliharaan ringan atau tidak bersifat materiil;
Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang diperbolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, maka nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Bagaimana penyelesaian konflik dalam akad ijarah multijasa?
Dalam Fatwa DSN No 44/DSN-MUI/VIII/2004 tersebut disebutkan bahwa perselisihan yang timbul dalam pembiayaan multijasa dapat diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Akad Musyarakah Mutanaqisah (MMq)
Musyarakah Mutanaqisah merupakan suatu akad kerja sama berupa kepemilikan bersama atas suatu aset, dalam hal ini kepemilikan bank akan berkurang secara bertahap karena nasabah akan mengangsur pembayaran hingga kepemilikan sepenuhnya berpindah kepada nasabah.
Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, dikenal beberapa istilah, yang meliputi:
Syarik, yang berarti mitra, yani pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah);
Hishshah, yaitu porsi atau barian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’;
Musya’, yakni porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik.
Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqisah
Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad Musyarakah/Syirkah dan Bai’ (jual beli);
Dalam Musyarakah Mutanaqisah, para mitranya memiliki hak dan kewajiban di antaranya:
Dalam akad Musyarakah Mutanaqisah, pihak pertama (Bank Syariah) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua wajib membelinya dengan dilaksanakan sesuai kesepakatan;
Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah Bank Syariah beralih kepada nasabah.
Ketentuan Khusus dalam Akad Musyarakah Mutanaqisah
Aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain;
Apabila aset musyarakah menjadi objek Ijarah, maka nasabah dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati;
Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai dengan kesepakatan mitra;
Kadar atau ukuran bagian/porsi kepemilikan aset Musyarakah Bank yang berkurang akibat pembayaran oleh nasabah harus jelas dan disepakati dalam akad;
Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Dalam transaksi syariah, tidak hanya transaksi utama yang harus sesuai syariah, melainkan seluruh rangkaian prosedur seperti pembelian barang oleh bank juga harus secara sah menurut syariah. Misalnya, apabila bank syariah membeli barang dalam akad murabahah secara utang, maka bank juga tidak boleh traliri sistem pembayaran riba di mana terdapat penambahan bunga.
Contoh Akad KTA Syariah
Untuk mempermudah, berikut ini adalah rangkuman akad pinjaman KTA Syariah:
Fitur
Murabahah
Ijarah Multijasa
Musyarakah Mutanaqisah
Akad
Kesepakatan jual beli
Pembiayaan
Kerja sama kepemilikan bersama atas suatu aset
Pengertian
Bank menanggung pembelian suatu barang yang diperlukan oleh nasabah, kemudian menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok ditambah margin
Dalam rangka pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan manfaat atau jasa, baik melalui sewa menyewa maupun penggunaan manfaat atau jasa
Kepemilikan bank akan berkurang secara bertahap karena nasabah akan mengangsur pembayaran hingga kepemilikan sepenuhnya berpindah kepada nasabah.
Fatwa
Fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
DSN MUI memberikan fatwa bahwa pembiayaan multijasa hukumnya adalah jaiz atau boleh, dengan menggunakan akad ijarah.
Pinjaman KTA
Skema pembiayaan atas pembelian suatu barang yang diinginkan oleh nasabah. Hal tersebut membuat barang yang dimaksud menjadi objek pembiayaan dalam transaksi ini.
Biaya pengobatan, biaya pendidikan, paket liburan, serta paket perjalanan umrah atau haji. Bank memperoleh keuntungan berupa margin, maka pada akad ini bank memperoleh keuntungan berupa pembayaran ujrah atau upah oleh nasabah.
Pihak pertama (Bank) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua wajib membelinya dengan dilaksanakan sesuai kesepakatan;Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah Bank Syariah beralih kepada nasabah.
Komentar (0 Komentar)