Daftar Isi
Tidak ada Daftar Isi
Kenapa Lembaga Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi penting kita bahas ? Karena lembaga ini adalah dasar hukum pinjaman online peer to peer lending.
Kita bisa lihat bahwa pinjaman online berkembang sangat pesat di Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Banyak kemudahan yang ditawarkan pinjol, tetapi juga tidak menutup mata akan munculnya banyak masalah.
Untuk memahami cara kerja pinjaman online, kita perlu tahu dasar hukum dan kelembagaannya. Untuk itu, kita perlu melihat LPMUBTI.
Lembaga Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.
LPMUBTI pada dasarnya merupaakan istilah hukum P2P Peer to Peer Fintech dalam POJK.
Dalam definisi LPMUBTI tersebut, beberapa hal yang yang penting jadi perhatian adalah:
Peraturan terkait pinjaman online dan P2P Lending tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI).
Sesuai pasal 8 ayat 1 POJK 77/2016 Penyelenggara yang akan melakukan kegiatan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengajukan permohonan pendaftaran kepada OJK.
Dalam POJK 77 tersebut diatur soal Ketentuan Umum, Penyelenggaraan, Pengguna Jasa LPMUBTI, Perjanjian, Mitigasi Risiko, Tata Kelola Sistem TI, Edukasi dan Perlindungan Pengguna LPMUBTI, Tanda Tangan Elektronik, Prinsip dan Teknis Pengenalan Nasabah, Larangan, Laporan Berkala, Sanksi, Ketentuan Lain, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup.
Proses perizinan menjadi LPMUBTI terbagi menjadi dua, yaitu terdaftar dan izin. Apa bedanya, nanti kita lihat.
Tata cara pendaftaran dan perizinan LPMUBTI yang dipersyaratkan OJK dalam peraturan POJK 77 adalah sebagai berikut:
Dalam hal perusahaan tidak melakukan pendaftaran dan melakukan kegiatan usaha Fintech P2P Lending tanpa izin maka akan masuk daftar fintech yang tidak terdaftar/berizin dari OJK (fintech ilegal) dan selanjutnya aplikasi dan sistem elektronik akan diblokir.
Penyelenggara LPMUBTI Fintech P2P Lending harus mendapatkan tanda terdaftar sebelum menjalankan kegiatan operasionalnya. Maksimal 1 (satu) tahun setelah mendapatkan tanda terdaftar, Penyelenggara wajib mengajukan permohonan perizinan ke OJK.
Perbedaan LPMUBTI terdaftar dengan berizin adalah keduanya dapat menjalankan kegiatan operasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun Penyelenggara terdaftar dapat menjalankan kegiatan operasional hingga 1 (satu) tahun setelah mendapat tanda terdaftar dan selanjutnya wajib mengajukan permohonan perizinan.
Apabila tidak mengajukan permohonan perizinan maka Penyelenggara LPMUBTI terdaftar harus mengembalikan tanda terdaftarnya kepada OJK. Sementara Penyelenggara berizin tidak memiliki masa kadaluarsa atas tanda berizin yang dimilikinya.
Untuk merubah dari status P2P terdaftar menjadi berizin, OJK melakukan proses seleksi dan mengecek sejumlah persyaratan. P2P berizin harus memenuhi persyaratan yang lebih ketat dan memiliki modal yang lebih besar.
Dalam pengumuman di situs OJK, tidak sedikit LPMUBTI terdaftar yang akhirnya dicabut suratnya dan tidak bisa beroperasi lagi karena tidak lolos ketentuan untuk menjadi P2P berizin setelah masa 1 tahun.
Badan Hukum
Kepemilikan
Syarat Permodalan adalah Modal disetor (PT) atau modal sendiri (koperasi) min. Rp1 M saat pendaftaran dan menjadi Rp2,5 M saat mengajukan izin.
Batasan Pemberian Pinjaman 2M Maksimum pemberian pinjaman oleh Penyelenggara sebesar Rp2 Miliar/Penerima pinjaman.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan Penyelenggara LPMUBTI terbatas pada: Penyelenggara menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dari pihak Pemberi Pinjaman kepada pihak Penerima Pinjaman yang sumber dananya berasal dari pihak Pemberi Pinjaman.
Dan Penyelenggara dilarang melakukan kegiatan usaha lain selain kegiatan usaha tersebut (POJK 77 Pasal 43). Dalam hal pengembangan usaha, penyelenggara tetap diperkenankan untuk bekerjasama dengan perusahaan lembaga jasa keuangan dan/atau perusahaan penyelenggara layanan pendukung berbasis teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sesuai POJK 77, LPMUBTI dilarang melakukan kegiatan berikut ini:
OJK menetapkan bahwa Direksi dan Komisaris dari LPMUBTI wajib untuk:
Syarat ini ditujukan agar pengurus pinjaman online adalah memang orang - orang yang kompeten dan bisa dipercaya. Bukan pengurus yang punya catatan buruk dalam karirnya di dunia keuangan.
Sebagai bagian dari pengawasan, P2P LPMUBTI wajib menyampaikan laporan ke OJK, yaitu:
Laporan Berkala: 1) Laporan Bulanan; 2) Laporan Triwulanan; 3) Laporan Tahunan
Laporan lainnya sesuai yang diperintahkan dalam Surat Tanda Terdaftar dan kode etik asosiasi, antara lain:
Apa yang dilakukan penyelenggara dalam mengelola risiko pinjaman ? Hal ini wajib karena dalam POJK ditetapkan bahwa Penyelenggara LPMUBTI harus melakukan mitigasi risiko.
Bagian ini sangat krusial buat lende atau pemberi pinjaman. Karena setinggi apapun potensi return, jika pinjaman tidak dibayar, semuanya akan sia - sia.
Di dalam platform peer to peer, dan ini perlu sangat dipahami oleh investor, adalah penyelenggara LPMUBTI tidak menanggung resiko jika peminjam menunggak meskipun perusahaan ini yang menyeleksi, dan mengukur tingkat resiko peminjam.
Sebagai penyelenggara, LPMUBTI wajib melakukan sejumlah langkah untuk mengelola resiko guna memastikan peminjam membayar kewajiban tepat waktu.
Langkah - langkah manajemen resiko tersebut terbagi dalam beberapa tahapan:
Lembaga Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi melakukan seleksi calon peminjam dengan serangkain proses analisa kredit, termasuk permintaan dokumen, wawancara dengan peminjam serta validasi dan verifikasi data.
Tujuannya adalah penyelenggara LPMUBTI memastikan bahwa informasi yang diberikan peminjam benar dan menganalisa bahwa peminjam memiliki sumber penghasilan untuk membayar pinjaman.
Selain keputusan untuk menyetujui pengajuan pinjaman, penyelenggara juga memberikan ranking tingkat resiko. Ranking tingkat resiko ini digunakan oleh Lender untuk memutuskan soal pendanaan.
Dalam proses seleksi, salah satu bagian penting yang diwajibkan oleh OJK adalah penyelenggara P2P harus melakukan kerjasama dengan Biro Kredit. Biro Kredit menyediakan informasi soal semua catatan debitur di Indonesia.
Calon peminjam yang tercatat punya catatan kredit buruk di Biro Kredit, misalnya pernah menunggak dan gagal bayar di pinjaman lain, akan ditolak oleh penyelenggara P2P.
Salah satu contoh Biro Kredit, yang banyak digunakan di Indonesia adalah Pefindo. Lembaga ini melayani dan kerjasama dengan sebagian besar P2P Lending.
OJK mewajibkan setiap LPMUBTI untuk menggunakan Asuransi Kredit sebagai sarana manajemen resiko. Contoh asuransi kredit adalah Jamkrindo.
P2P akan menyampaikan ke Lender soal pinjaman yang dicover aasuransi. Terdapat tambahan potongan biaya ke Lender untuk membayar premi asuransi.
Saat peminjam menunggak dan mencapai jumlah hari yang disepakati, maka P2P bisa mengklaim ke asuransi kredit untuk membayar pinjaman yang menunggak tersebut. Jumlah pembayaran dari asuransi untuk mengcover kredit yang macet, bisa bermacam - macam, mulai dari 50% hingga 80% dari pokok pinjaman.
Untuk pinjaman yang sudah diasuransikan, begitu klaim dibayarkan maka hak menagih atas pinjaman berpindah ke pihak asuransi. Pihak asuransi akan mengusahakan penagihan hingga sejumlah klaim yang dibayarkannya.
Apabila hasil penagihan lebih tinggi dari klaim yang dibayarkan, selisihnya akan dibayarkan kepada pemberi pinjaman.
Premi asuransi kredit bisa ditanggung oleh penyelenggara P2P atau Lender. Semuanya tergantung pada perjanjian antara Lender dan P2P.
Tugas P2P adalah memfasilitasi proses collection penagihan pinjaman, yang terdiri atas:
Bagi pemberi pinjaman atau Lender, salah satu indikator penting adalah bagaimana tingkat gagal bayar atau non-performing loan di Penyelenggara tersebut. Apakah dana yang disalurkan oleh Lender bisa dikembalikan tepat waktu atau banyak yang menunggak.
OJK menetapkan indikator TKB 90.
Indikator ini menunjukkan berapa persen dari pinjaman di P2P Lending yang bisa diselesaikan dalam jangka waktu 90 hari sejak jatuh tempo.
Misalnya, TKB 90 = 95% itu artinya adalah:
Angka TKB 90 wajib dipublikasikan setiap waktu di halaman depan situs Fintech P2P.
OJK melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara LPMUBTI melalui 3 (tiga) metode, yaitu:
Offsite, melalui laporan-laporan yang disampaikan kepada OJK dan implementasi host-to-host dengan server Perusahaan dengan memanfaatkan Struktur Elemen Database sebagaimana dimaksud dalam Formulir 3C POJK 77/2016.
Market Conduct (Semi SRO), sesuai ketentuan Pasal 48, seluruh Penyelenggara wajib terdaftar sebagai anggota asosiasi yang telah ditunjuk oleh OJK.
OJK telah menunjuk Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pada tanggal 17 Januari 2019. AFPI memiliki Code of Conduct dan memberikan beberapa pengaturan yang belum diatur OJK, diantaranya batas maksimal bunga dan tata cara penagihan. OJK rutin bertemu AFPI minimal 1 kali setiap minggu.
Onsite, melalui mekanisme pemeriksaan langsung baik yang dilakukan secara rutin maupun sewaktu-waktu.
Sesuai dengan pasal 38 POJK 77/2016, Penyelenggara wajib memiliki standar prosedur operasional dalam melayani pengguna yang dimuat dalam dokumen elektronik. Selain itu Perusahaan juga tunduk pada POJK 18/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 47 POJK 77/2016, dimana atas pelanggaran kewajiban dan larangan dalam peraturan OJK, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap Penyelenggara berupa:
Sanksi administratif denda, PKU, dan CIU dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
Sanksi administratif berupa denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif PKU dan CIU.
Daftar Isi
Tidak ada Daftar Isi