Daftar Isi
Tidak ada Daftar Isi
Pandemi mengerek adopsi aset kripto secara masif, termasuk derivasinya berupa DeFi dan Metaverse, dan memicu fenomena yang dikenal dengan sebutan cryptoization.
Disrupsi digital tidak lagi sebatas isu shadow banking, namun juga telah merambah pada isu shadow currency dan bahkan shadow central banking.
Tak ayal, upaya mengawal stabilitas ekonomi dan keuangan menjadi semakin menantang dan memaksa komunitas bank sentral, termasuk Bank Indonesia, mengkalibrasi pendekatan kebijakannya.
Implementasi Digital Rupiah merupakan respons kebijakan konstruktif Bank Indonesia yang berorientasi pada kepentingan masyarakat sekaligus pemenuhan mandat bank sentral di era digital.
Digital Rupiah adalah uang dalam format digital yang diterbitkan Bank Indonesia dan menjadi kewajiban Bank Indonesia kepada pemegangnya.
Digital Rupiah hadir untuk menjadi jangkar bagi alat pembayaran di era digital. Manifestasi pencapaian tujuan tersebut dilakukan dengan merancang Digital Rupiah melalui konfigurasi desain holistik yang terintegrasi secara end-to-end, dari mulai wholesale hingga ke ritel.
Desain diarahkan untuk mengakomodir fitur yang tangguh dan memungkinkan pengembangan model bisnis baru yang inovatif, inklusif, dan mendorong efisiensi. Agregasi desain tersebut ditopang oleh fondasi regulasi dan kebijakan yang disusun secara cermat dan tepat.
Digital Rupiah akan diterbitkan dalam 2 (dua) jenis, yaitu
Model bisnis Digital Rupiah dibangun secara terintegrasi dari ujung ke ujung berdasarkan aspek integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi (3i).
Dalam hal ini, aspek 3i diaplikasikan baik di antara platform wholesale dan ritel, antara platform Digital Rupiah dengan infrastruktur pasar keuangan tradisional, maupun antara platform di dalam negeri dan di luar negeri dalam konteks interoperabilitas transaksi antarnegara.
Pengembangan akan dimulai dengan w-Digital Rupiah pada tahap awal, yang menjadi fondasi dari tahapan pengembangan Digital Rupiah secara menyeluruh (r-Digital Rupiah dan w-Digital Rupiah).
Dengan pendekatan terintegrasi tersebut, Digital Rupiah diarahkan untuk dapat ditransaksikan, baik di pasar wholesale maupun ritel barang dan jasa, sekaligus memperbesar efektivitas pengadopsiannya.
Penggunaan w-Digital Rupiah pada pasar wholesale diharapkan mampu mendukung pengembangan pasar keuangan dan integrasi EKD secara nasional.
W-Digital Rupiah hanya dapat digunakan secara terbatas oleh pihak-pihak yang ditunjuk Bank Indonesia, layaknya rekening giro pihak ketiga di Bank Indonesia.
Untuk memperoleh w-Digital Rupiah, pihak-pihak tersebut perlu mengonversi rekening gironya di Bank Indonesia.
Dengan demikian, penerbitan w-Digital Rupiah secara inheren hanya akan mengubah komposisi kewajiban moneter Bank Indonesia, tanpa mengubah ukuran neraca Bank Indonesia, atau dengan kata lain, memiliki dampak moneter yang netral, layaknya uang kartal fisik dan rekening giro.
W-Digital Rupiah diakses oleh penggunanya melalui verifikasi berbasis token.
Token dipandang sebagai pilihan yang sesuai untuk w-Digital Rupiah karena dipandang lebih mampu memfasilitasi transaksi antar pelaku di pasar keuangan yang cenderung lebih kompleks, sekaligus menjadi komplemen Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) yang berbasis akun.
R-Digital Rupiah dapat digunakan masyarakat luas layaknya uang kertas dan uang logam.
Masyarakat memperoleh r-Digital Rupiah dengan cara menukar uang kertas dan logam, rekening giro atau tabungan di bank umum, atau saldo uang elektronik miliknya dengan r-Digital Rupiah melalui perantara yang ditunjuk Bank Indonesia.
Perantara, dalam hal ini wholesaler, kemudian menggunakan stok w-Digital Rupiah miliknya untuk memenuhi permintaan r-Digital Rupiah nasabah, baik melalui peritel maupun secara langsung. Mekanisme ini kurang lebih serupa dengan mekanisme yang berlaku pada uang kertas dan uang logam saat ini.
Dampak penerbitan r-Digital Rupiah terhadap neraca Bank Indonesia, bank umum, dan lembaga selain bank penerbit uang elektronik mirip dengan mekanisme konversi giro dan tabungan masyarakat di bank umum maupun saldo uang elektronik ke uang kertas dan logam.
R-Digital Rupiah diakses penggunanya melalui verifikasi berbasis akun dan/atau token, yang diatur berdasarkan segmentasi tingkatan (tiering) dan nilai transaksi (capping).
R-Digital Rupiah berbasis token akan digunakan untuk memfasilitasi transaksi bernilai kecil hingga ambang batas tertentu. Sementara transaksi yang melebihi ambang batas hanya dapat difasilitasi oleh r-Digital Rupiah berbasis akun.
Penggunaan token untuk akses r-Digital Rupiah mereplika karakter fleksibilitas uang kertas dan logam. Granularitas data dari pencatatan profil dan transaksi r-Digital Rupiah berbasis token akan terekam dari informasi dalam wallet address.
Namun, untuk menjaga integritas pembayaran, fleksibilitas tersebut perlu dibatasi hingga batas tertentu.
Dalam konteks tersebut, r-Digital Rupiah berbasis akun menjadi pilihan yang tepat untuk transaksi bernilai besar karena dipandang lebih unggul dalam pemenuhan komitmen APU PPT.
Infrastruktur dan platform teknologi Digital Rupiah menggunakan kombinasi antara DLT dan infrastruktur tersentralisasi.
Pilihan pada DLT untuk w-Digital Rupiah membuka peluang bagi Bank Indonesia dan pelaku pasar untuk mengefisienkan transaksi keuangan, diantaranya melalui berbagai fitur yang ditawarkan oleh smart contract.
DLT juga merupakan teknologi yang lebih tangguh dibanding dengan sistem tersentralisasi seiring dengan tereduksinya risiko single point of failure. DLT berbasis permissioned dipilih untuk menjamin tingkat keamanan yang lebih baik mengingat akses terhadap platform DLT tidak bersifat terbuka bagi seluruh pihak. Di samping itu, isu skalabilitas menjadi lebih baik dibandingkan permissionless DLT.
Namun, permissioned DLT dipandang belum cukup memadai untuk mampu memfasilitasi transaksi ritel yang memiliki karakter bervolume tinggi. Pada praktiknya, platform CBDC tidak selalu menggunakan solusi DLT. Keterbatasan skalabilitas dalam solusi DLT dikhawatirkan akan membatasi kecepatan setelmen apabila digunakan di sisi ritel. Atas dasar tersebut, maka r-Digital Rupiah dipertimbangkan untuk menggunakan model tersentralisasi.
Namun demikian, model DLT masih menjadi opsi yang terbuka bagi r-Digital Rupiah dalam hal solusi teknologi yang tersedia mampu mengatasi permasalahan terkait isu skalabilitas tersebut.
Digital Rupiah akan dibangun dalam fitur desain yang tangguh dan memungkinkan pengembangan pengembangan model bisnis baru yang inovatif, inklusif, dan mendorong efisiensi.
Digital Rupiah akan dilengkapi dengan berbagai fitur yang memastikan resiliensi, baik dalam konteks keamanan maupun ketersediaan, misalnya, offline functionality, yang juga memastikan perluasan inklusi keuangan di daerah tertinggal .
Digital Rupiah juga akan dilengkapi fitur programmability yang memungkinkan pengembangan inovasi dan efisiensi keuangan (misalnya smart contract). Tokenisasi surat berharga juga akan dikembangkan di dalam platform Digital Rupiah untuk membuka peluang-peluang baru bagi pendalaman pasar keuangan.
Untuk mewujudkan model bisnis tersebut, arsitektur teknologi Digital Rupiah akan terdiri dari tiga lapisan (layer), yaitu platform teknologi, aset digital, dan use case.
Pertama, layer platform teknologi, yang berisi fitur-fitur yang mendukung Digital Rupiah antara lain, smart contract, identity service, regulatory service, penggunaan kriptografi, application programming interface (API), serta skema sandboxing.
Kedua, layer aset digital, berisi aset-aset digital yang dikelola Bank Indonesia terdiri dari dua aset digital utama yaitu Digital Rupiah dan digital securities (surat berharga).
Ketiga, layer use case, berisi fungsi dan layanan yang memanfaatkan layer aset digital. Layer ini berisi use case milik Bank Indonesia maupun pihak eksternal.
Agar efektif, implementasi desain Digital Rupiah akan didukung oleh perangkat regulasi dan kebijakan.
Asesmen regulasi dan kebijakan akan dilakukan dari perspektif moneter, makroprudensial, pendalaman pasar keuangan, dan hukum secara simultan dan iteratif dengan proses pengembangan sisi desainnya.
Aspek-aspek seperti penggunaan Digital Rupiah sebagai aset setelmen operasi moneter dan transaksi di pasar uang dan pasar valas, pengaturan kepesertaan, isu intermediasi, mitigasi efek prosiklikalitas, dan pengelolaan risiko operasional, perlindungan konsumen, perlindungan data pribadi, dan integritas keuangan terutama dalam konteks pemenuhan komitmen Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), akan menjadi agenda prioritas.
Pengembangan desain Digital Rupiah akan dilakukan secara iteratif dan bertahap. Pengembangan Digital Rupiah akan dibagi ke dalam 3 (tiga) tahapan.
Pada tahap pertama (immediate), pengembangan akan dimulai dengan w-Digital Rupiah untuk use case penerbitan, pemusnahan, dan transfer dana antar pihak.
Pada tahapan berikutnya (intermediate), use case w-Digital Rupiah akan diperluas dengan use case tambahan yang mendukung transaksi di pasar keuangan.
Pada tahap akhir (end state), konsep integrated end-to-end w-Digital Rupiah to r-Digital Rupiah akan diujicobakan. Pendekatan ini memungkinkan eksplorasi berbagai alternatif desain Digital Rupiah guna memastikan nilai tambah yang paling optimal.
Daftar Isi
Tidak ada Daftar Isi